Buku dan Disertasi Sama dan Bedanya di Mana?

 

Buku dan Disertasi Sama dan Bedanya di Mana?
Ada sama tapi ada pula beda antara disertasi dan buku. Ilustrasi by AI.

Di jagat pengetahuan. Terdapat dua bentuk tulisan yang sering disalahpahami sebagai serupa, padahal sesungguhnya mereka berjalan di jalur yang berbeda: buku dan disertasi. 

Baik buku maupun disertasi, keduanya mengandung buah pikiran yang dalam, hasil renungan dan penelitian, namun cara keduanya menyapa pembaca dan menapaki logika penyajian, sangatlah berlainan.

Buku adalah percakapan. Ia mendekati pembaca dengan sapaan hangat, langsung pada maksud, dan menyingkap temuannya seolah berkata, “Ini yang kutemukan, mari kita renungkan bersama.” 

Tidak ada pembukaan yang panjang soal metodologi. Tidak pula hadir kajian pustaka yang mengurai rentetan penelitian sebelumnya. 

Bagi buku, semua itu adalah dapur yang tak perlu diperlihatkan; yang penting adalah sajian utamanya. Hasil dan pembahasan ditempatkan di meja pertama—membuka selera intelektual, menggugah rasa ingin tahu.

Bahasanya ilmiah, tetapi tidak memberatkan. Buku menghindari jargon teknis yang hanya bisa dipahami oleh sekelompok kecil pembaca. Ia memilih diksi yang akrab, ritme yang ringan, dan struktur yang mengalir. 

Penulis buku sadar bahwa pembacanya bisa siapa saja: akademisi, mahasiswa, penggiat, bahkan pembaca umum yang haus makna. Maka ia memilih gaya yang komunikatif, bukan argumentatif. Ia tetap jujur menyebut sumber, namun cukup dengan catatan perut: ringkas, efisien, tidak mengganggu jalannya kalimat.

Disertasi adalah dunia lain. Ia bukan percakapan, melainkan pernyataan akademik. Ia adalah kesaksian intelektual yang harus meyakinkan dewan penguji bahwa penulisnya tahu apa yang sedang ia kerjakan, dan lebih dari itu—bahwa ia berdiri di atas fondasi ilmiah yang kokoh. Setiap pernyataan harus punya asal-usul. Setiap langkah dalam penelitian harus dapat dipertanggungjawabkan.

Itulah sebabnya disertasi dimulai dari metodologi. Ia membeberkan cara, alat, pendekatan, bahkan kelemahan dan keterbatasan. Setelahnya, ia menapaki kajian pustaka—membuka peta pemikiran sebelumnya, menunjukkan celah, menyatakan di mana letak kontribusinya. Baru setelah itu, ia sampai pada hasil dan pembahasan. Dalam disertasi, kesabaran membaca adalah bagian dari penghormatan terhadap pengetahuan itu sendiri.

Kriteria Buku Disertasi
Langsung Hasil dan Pembahasan Langsung menyajikan hasil penelitian dan pembahasannya tanpa penjelasan mendalam tentang metodologi. Memuat bab khusus yang menjelaskan metodologi penelitian secara detail sebelum mencapai hasil dan pembahasan.
Metodologi Tidak menyertakan metodologi penelitian secara rinci. Mencakup bab yang menjelaskan metodologi penelitian dengan detail, termasuk pemilihan metode dan pendekatan yang digunakan.
Kajian Pustaka Tidak memiliki bab khusus yang menggambarkan kajian pustaka atau penelitian sebelumnya. Mencakup bab yang meninjau literatur terkait dan menggambarkan konteks penelitian yang lebih luas.
Bahasa Bahasa ilmiah yang lebih mudah dipahami oleh pembaca umum atau sesuai dengan target pembaca tertentu. Menggunakan bahasa ilmiah yang lebih teknis dan sesuai dengan standar akademik dalam bidang penelitian tertentu.
Catatan Kaki Menggunakan catatan kaki atau daftar referensi yang mengikuti aturan gaya tertentu, seperti gaya Harvard. Mencakup daftar referensi yang luas yang mencantumkan sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian, sesuai dengan gaya penulisan akademik yang diikuti (misalnya, APA, MLA, Chicago).

Bahasa disertasi tak bisa main-main. Ia padat, teknis, bahkan kadang kering. Tetapi justru di situlah ia menjaga marwah akademik. Referensi tidak sekadar formalitas, melainkan pilar yang menyangga argumen. Gaya sitasinya pun mengikuti aturan ketat, lengkap, dan konsisten—entah itu APA, MLA, atau Chicago Style—semua harus tuntas dan terperinci.

Dengan demikian, buku dan disertasi bukanlah dua versi dari satu naskah. Mereka adalah dua dunia dengan logika, tujuan, dan audiens yang berbeda. Buku mencari resonansi yang luas, disertasi mengejar validasi yang ketat. Buku ingin menyebar ide, disertasi ingin mempertanggungjawabkan proses.

Namun keduanya punya peran yang sama mulia: menyumbangkan terang ke dalam ruang pengetahuan. Yang satu menyalakan lentera di jalan yang ramai, yang lain menancapkan batu pijakan di laboratorium berpikir. 

Maka tak perlu membandingkan disertasi dan buku sebagai dua tingkat kualitas, melainkan dua jenis pengabdian intelektual.

-- Masri Sareb Putra

LihatTutupKomentar